09
Jul
08

Partai Kuburan

SANGAT boleh jadi hanya di Indonesia ada partai politik berkantor di kuburan. Ini bukan omong kosong politik sebagaimana biasa digembar-gembor para politisi, melainkan kenyataan. Karena tidak mungkin penghuni kuburan jadi anggota partai, maka tak perlu heran kalau partai itu tak lolos seleksi sebagai partai peserta pemilu sebagaimana diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Selain ada partai yang kantornya beralamat di pemakaman seperti yang terjadi di Pare-pare Sulawesi Selatan itu, ada juga parti politik yang alamat kantor pengurus pusatnya di ibu kota, ternyata fiktif, alias menggunakan alamat palsu. Atau, alamat itu sesungguhnya milik orang atau lembaga lain.

Demikianlah, dagelan politik di tanah air menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2009, memasuki babak-babak terkocaknya. Sebagaimana menjelang pemilu lima tahun silam, para elit tak bosan-bosannya mengumbar libido politik mereka. Mendirikan partai, menggalang massa, menghimpun kekuatan untuk –siapa tahu– lolos, dan boleh ikut pemilu. Jika beruntung, jadilah anggota parlemen.

Dari 34 partai politik (lama dan baru) yang sudah diperiksa secara cermat dan dinyatakan memenuhi syarat sebagai peserta pemilu, tampaknya tak ada partai yang berbasis penganggur. Padahal, jika ada, partai ini memiliki potensi massa yang besar sekali.

Kalau saja para penganggur bersatu membangun sebuah partai, maka dalam sekali gebrak, Partai Penganggur Nasional (atau apapun namanya) bisa menghimpun lebih dari 40 juta pemilih. Bahwa kemudian jadi tidak relevan lagi –sebab mereka bukan lagi penganggur, melainkan anggota partai. Atau bekerja di kantor partai, entah juru ketik, entah jongos. Pokoknya, tidak menganggur– itu lain soal dan bisa dibahas kemudian di parlemen.

Toh, urusan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pun yang demikian ruwet, atau masalah alihfungsi hutan lindung maupun pengadaan kapal patroli laut, bisa dengan mudah dibantu penyelesaiannya oleh para anggota parlemen. Paling tidak, setelah sukses jadi jadi anggora parlemen, mereka bisa menghuni hotel prodeo!

Demam partai tampaknya akan segera menjalar ke lapisan terbawah masyarakat kita menjelang pemilihan umum yang tinggal berbilang bulan. Entah di pusat, entah di daerah. Partai-partai baru bermunculan –termasuk sempalan dari partai-partai lama– bersaing dengan partai yang sudah punya pemilih fanatik.

Makin banyak partai mestinya kian banyak pula kader yang magang jadi pemimpin. Entah memimpin partai itu, entah memimpin unit kerja yang jadi bagian dari organisasi partai, atau sekadar magang sebagai kordinator lapangan di masa kampanye.

Namun, berkaca dari pengalaman-pengelaman sebelumnya, banyaknya partai tidak serta-merta melahirkan tokoh-tokoh pemimpin berkualitas. Sejauh ini, bangsa kita tetap sulit “memilih” sosok yang paling tepat dan bisa diandalkan untuk memimpin sekaligus melayani mereka. Di pusat maupun di daerah, sama saja.

Sebaliknya, tokoh-tokoh yang semula diharapkan bisa turut memperkokoh kehidupan demokrasi bangsa ini melalui kiprahnya di lembaga perwakilan rakyat, justru banyak yang terjebak oleh narkotika politik dan bius korupsi.

Jika kecenderungan seperti ini terus menerus terjadi, jangan salahkan rakyat jika pada saatnya nanti mereka “mengubur” partai-partai dan politisinya dengan cara menggunakan hak pilih mereka untuk tidak memilih apa pun. (*)


4 Tanggapan to “Partai Kuburan”


  1. 1 Ferza
    Juli 9, 2008 pukul 1:45 am

    Kalo gitu masih layakkah kita berharap pada partai politik?

  2. Juli 18, 2008 pukul 10:25 am

    DI tengah kejengahan dua organisasi yang terbanyak menghimpun umat Islam Indonesia, yakni NU dan Muhammadiyah dengan munculnya bermacam aliran yang dianggap menyesatkan seperti Jamaah Ahmadiyah, Jamaah Al Qiyadah Al Islamiyah dan banyak lagi, sebenarnya ada hal esensial yang luput dari kesadaran NU dan Muhammadiyah.
    Ada aliran yang menghalalkan kaum prianya berkawin dengan ipar atau saudara perempuannya, namun NU dan Muhammadiyah sendiri sebenarnya tak sadar bahwa dengan restunya terhadap bunga bank, sebenarnya membawa umat ke jurang kemunafikan dan dosa yang besar, lebih besar ketimbang berzinah dengan saudara sendiri.
    NU dan Muhammadiyah saat ini tak pernah tegas sikapnya terhadap bunga bank ini. Akibatnya, sebagian besar bank di Indonesia bahkan yang berlabel syariah sekalipun, masih menerapkan bunga dalam pinjaman nasabah, semisal 10 persen hingga 20 persen.
    Telah disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa bunga pinjaman (riba) meski kecil dosanya bagaikan dosa kalau kita bersetubuh dengan ibu kandung sendiri. Pendapat Nabi terhadap riba ini, menggambarkan betapa dosa praktik riba sangat besar dan secara riil sebenarnya merusak perekonomian umat Islam.
    Mengapa saya sebut system bunga bank tak bisa membantu perekonomian umat, karena sejak Indonesia merdeka hingga sekarang, perekonomian dengan sistem bunga bank ini tak terbukti mengangkat derajat kemakmuran masyarakat. Bahkan, utang negara semakin mencekik karena sudah melebihi angka Rp1.000 triliun. Angka kemiskinan pun semakin hari semakin meningkat, demikian juga pengangguran semakin mengkhawatirkan.
    NU dan Muhammadiyah juga sangat sigap dalam mengkafirkan aliran tertentu yang tak menganggap Nabi Muhammad SAW sebagai nabi yang terakhir dan penghabisan, seolah-olah NU dan Muhammadiyah sebagai pembela paling gigih terhadap kehormatan Nabi Muhammad SAW.
    Namun tak sadarkan NU dan Muhammadiyah, Nabi tak ingin dirinya dihormati terlalu berlebihan. Ia hanya ingin umat Islam agar selalu berpijak dengan Quran dan Sunnah dalam segala hal, baik ketika masuk ke kamar kecil, beribadah, bermuamalah bahkan di bidang hokum pidana. Itulah yang selalu ia ingatkan menjelang ajal menjemputnya.
    Lihatlah, NU dan Muhammadiyah seolah merestui saja orang Islam ketika melakukan tindakan pidana dihukum tidak berdasarkan Quran dan Hadits, melainkan dihukum oleh hokum KUHP yang notabene buatan orang Belanda yang pernah menjajah negeri ini.
    Di Quran telah ditegaskan bahwa umat Islam wajib berhukum dengan hokum yang telah diturunkan Allah, baik termuat dalam Quran atau yang telah diatur oleh Nabi Muhammad SAW. Jika pencuri mencuri barang yang sudah melebihi kadar toleransi, maka dipotong tangannya. Demikian juga pembunuh, jika tidak memperoleh ampunan dari keluarga korban, maka pembunuh harus dihukum mati.
    “Jika Fatimah putriku mencuri tentu akan aku potong tangannya,” kata Nabi. Namun, ributkah NU dan Muhammadiyah ketika pencuri masih dihukum dengan hukuman penjara, sehingga hampir di seluruh Indonesia, pemerintah menghadapi masalah pelik dengan kelebihan penghuni penjara, sampai-sampai anggaran untuk makan napi dan tahanan habis sebelum akhir tahun anggaran?
    Lalu, pedulikah NU dan Muhammadiyah ketika di negeri ini, seorang pembunuh yang sudah merobek-robek hati keluarga korban ternyata hanya dihukum beberapa tahun atau hanya sekedar dihukum seumur hidup?
    Ingat wahai NU dan Muhammadiyah, dalam Quran, Allah telah menggariskan bahwa jika orang Islam tak berhukum dengan hukum yang telah Ia turunkan, maka orang Islam itu Ia golongkan sebagai orang yang munafik. Orang sesat sebenarnya tak lebih berbahaya ketimbang orang munafik. (adi permana, pemerhati Islam)

  3. 3 yusranpare
    Juli 18, 2008 pukul 6:01 pm

    Buat Bung Ferza: Ya, itu dia? Entahlah….. yang jelas, sejak memiliki “kesadaran politik” saya tak pernah percaya pada partai politik, heheheheheh..

    Untuk Bung Adi: Ya, begitulah realitas umat di tanah air kita. Mungkin juga di dunia. Saya cuma membayangkan, Indonesia –konon– berpenduduk mayoritas muslim. Konon lagi, hampir 90 persen penduduknya muslim. Bodo-bodoan aja, andai separo saja dari 90 persen penduduk muslim itu kompak, betapa besar dan sangat menentukan pengaruhnya. Misal, kaum muslimin di tanah air ini hanya menginduk pada satu partai islam!! Tentu akan sangat menentukan. Tapi, nyatanya, apa yang kita lihat? Para pemimpinnya tak bisa mengendalikan libido politik mereka endiri sehingga ummat dan “agama” hanya dijadikan baju dan kendaraan politik. Maka, terpecah belahlah semua. Terus, mereka bilang semua itu dilakukan demi bangsa, demi negara, demi rakyat. Hehehehe, mana bisa. Lha wong mengelola diri sendiri aja nggak bisa, mengelola partai saja nggak bener… apa lagi ngurus negara.

  4. 4 joeva rambey
    Juli 20, 2008 pukul 3:50 am

    tuk bang adi..:

    tidak kah anda tau bahwa di negara arab pusatnya para ahli al qur’an juga ada bank..?
    kenapa tidak anda cari dulu alasan na ?
    baru anda mengargumentasikan argumen narsis anda..
    mf sebelum…dari Tuhan’lah kita datang dan hanya kepadaNya kita kembali..salam.


Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s


%d blogger menyukai ini: