RAPAT kerja di Jakarta kali ini betul betul-betul membuat saya terlontar ke masa lalu. Selain bertemu teman-teman yang dulu jadi “aktivis” Gema-Bernas, saya juga bertemu Reni Rohmawati. Teman lama semasa saya jadi bagian proyek “akuisisi” koran daerah oleh Kompas-Gramedia.
Hari Rabu, 5 November, lepas magrib, Giyarno Emha sudah kontak. Ia menunggu di ruang tamu hotel. Saya paham, dia sudah jengkel betul menunggu karena saya tak juga turun menemuinya. Dua jam kemudian, rapat hari itu baru selesai.
Saya buru-buru turun ke ruang tamu hotel di Jalan Palmerah Barat itu. Giyarno mencak-mencak –seperti biasa, dengan bahasa khasnya— jengkel karena lama menunggu. Eh, selain Giyarno ternyata ada Reni yang kini Redaktur Pelaksana majalah Idea.
Ini betul-betul kejutan. Sejak “pisahan” dari proyek Mandala yang gagal, baru kali ini saya betemu lagi dengan Reni. Beberapa tahun lalu, memang pernah sih berjumpa –ketika ia masih kerja untuk majalah Angkasa— tapi itu pun cuma sekilas.
“Reuni” jadi lebih lengkap karena ada Mas Pramono BS (kini Pemred Banjarmasin Post), Agus Nugroho (Batam/Pontianak/Balikpapan), dan Mas Daryono (Batam). Tahun 1990, kami tinggal di mess yang sama di Tompeyan, Yogya. Ketika itu, kami sama-sama terlibat dalam pengelolaan Bernas.
Dari ruang tamu, kami pindah ke restoran hotel itu melanjutkan reuni istimewa. Tentu saja menggali lagi kisah-kisah lama, mulai dari yang serius sampai hal-hal konyol dan lucu. Giyarno dan Mas Daryono lah yang paling seru. Keduanya saling buka lagi “luka lama” yang membuat kami tak berhenti tertawa.
Mulai dari serunya pengelolaan halaman budaya dan halaman opini Bernas yang digawangi Emha Ainun Nadjib, Butet Kartarajasa, Giyarno Emha, Indra Tranggono, dan Rizal Mallarangeng, hingga ke kisah-kisah kocak seputar petualangan malam mereka.
Selesai ngobrol, perut terasa sakit karena tak henti tertawa. (*)
0 Tanggapan to “Giyarno dan Reni”