Posts Tagged ‘facebook

25
Jan
10

Buruk Muka Vs Bukumuka

BERITA ini mungkin tak terlalu penting bagi orang-orang penting yang sedang memusatkan perhatian dan mengerahkan segala daya menghadapi pemilihan umum kepala daerah. Sangat boleh jadi, kabar itu tak pula cukup menarik bagi mereka yang sedang terpukau oleh sinetron politik Bank Century.

Di Kabupaten Tabalong, 19 pelajar Sekolah Menangah Atas (SMA) dihukum gara-gara mengkritik perilaku guru mereka. Hukuman fisik itu berupa kerja bakti membersihkan sekolah, sambil leher mereka digantungi karton bertuliskan pengakuan bahwa mereka diskorsing karena melecehkan guru.

Tak ada yang istimewa dalam peristiwa ini. Murid sesekali nakal, termasuk menggunjingkan guru, adalah hal biasa. Demikian pula guru menghukum murid yang dianggap bertindak keterlaluan, adalah wajar sepanjang hukuman itu masih dalam koridor pendidikan.

Peristiwa ini jadi menarik karena apa yang dilakukan para remaja itu, mempergunjingkan guru mereka melalui dinding percakapan tertulis di jejaring sosial bukumuka (facebook). Di kota yang sepi (kira-kira 5 jam perjalanan darat dari Banjarmasin) itu, rupanya para remaja menemukan keasyikan baru di dunia maya.

Dalam kesuntukan bercengkerama, mereka bergunjing tentang seorang gurunya. Sang guru marah dan menggunakan kekuasaannya untuk menghukum para pelajar itu, bahkan mengancam tidak meluluskan dan tidak menaikkelaskan mereka.Sejak itu, pihak sekolah juga melarang siswa membawa telepon genggam dan laptop ke sekolah.

Pada satu sisi, represi semacam ini tentu sah saja dilakukan oleh pihak sekolah sepanjang sesuai aturan internal mereka dan tidak dalam niatan nuntuk membungkam hak atas kebebasan memperoleh informasi dan hak atas kebebasan berpendapat para siswa. Di sisi lain, peristiwa ini juga menunjukkan tumbukan antara pesatnya perkembangan teknologi dengan cara dan sikap kita menghadapi serta memasuki dan larut di dalam perlkembangan itu.

Dalam tiga dekade ini perkembangan teknologi informasi telah membangkitkan optimisme menjadikan cyber-technology sebagai kekuatan alternatif yang mampu menciptakan kemajuan di berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan.

Enam tahun silam, Mark Zuckerberg seorang remaja putus sekolah memilih menekuni komputer di kamarnya, dan kini lebih 200 juta orang terhubung berkat facebook yang diciptakannya. Di Indonesia, pertumbuhan jumlah pengguna bukumuka ini adalah yang tertinggi dan tercepat setelah Amerika Serikat.

Menurut data, pada 1 Desember 2009 ada 13,8 juta pengguna bukumuka di Indonesia, sebulan kemudian yakni 1 Januari 2010 jumlahnya meningkat pesat jadi 15,3 juta pengguna.

Bisa dipastikan, 19 siswa SMA di Tanjung pun, termasuk dalam jumlah ini. Ini menunjukkan bahwa teknologi informatika telah membuka sekat-sekat yang di masa silam jadi penghambat komunikasi, yang sekaligus seharusnya membuka pula wawasan baru bagi para pelakunya, termasuk di dalamnya adalah para pendidik.

Arus informasi tidak bisa lagi dibendung hanya dengan arogansi jabatan seorang guru, misalnya, atau oleh keangkuhan kekuasaan sekolah sebagai institusi.

Ruang maya publik yang di dalamnya bertemu berbagai pihak untuk saling berkomunikasi, menjadi pilihan wacana ideal tatkala ketersediaan ruang publik makin terbatas. Mau tak mau, ruang maya publik kini telah ikut menggantikan fungsi-fungsi yang selama ini diemban oleh ruang kelas, aula, toko buku, mal, pusat informasi, gedung parlemen, galeri, museum serta taman bermain.

Dari sisi inilah akan lebih bijak andai para pendidik memanfaatkan betul ruang maya itu untuk mempercepat sekaligus mempererat interaksi dan interelasi mereka dengan peserta didik. Pada ruang itu, baik murid maupun guru, terbebas dari sekat-sekat psikologis yang mungkin terdapat manakala bertatap muka secara langsung.

Dinamika pendidikan bisa jadi lebih semarak karena tidak hanya berlangsung di lingkungan kampus atau kompleks sekolah, dan tidak lagi dibatasi waktu.

Guru bisa bercengkerama secara lebih akrab dengan murid-muridnya melalui jejaring sosial bukumuka, demikian pula murid-murid. Tugas-tugas sekolah, pekerjaan rumah, bisa dibicarakn dan dikonsultasikan dengan lebih rileks melalui media seperti itu.

Membatasi apalagi memberangus kesempatan para murid untuk berinteraksi di dalam arus informasi adalah tindakan percuma dan kontraprodukitif. Sekolah bisa saja melarang murid membawa telepon genggam atau komputer jinjing (laptop) ke sekolah, tapi pencarian dan petualangan ingtelektual para siswa tak akan pernah bisa dibatasi.

Penjelajahan terhadap semesta pengetahuan yang kini makin dipermudah tekonolgi informasdi itu pula yang membuat Mark Zuckerberg jadi orang termuda (pada usia 23) paling kaya di dunia atas usahanya sendiri.

Artinya, guru dan para pengelola sekolah seharusnya lebih cerdas dalam membaca dan menindaklanjuti perkembangan teknologi. Bukan malah menutup diri dengan memamerkan kekuasaan.**

12
Apr
09

“Say No to ….”

KAMIS 9 April 2009, sejak pagi hingga lepas tengah hari, pemilih menentukan pilihannya di bilik suara. Ada juga yang tidak, baik karena hambatan administratif maupun mereka yang memang secara sengaja tidak menggunakan haknya.

sayno2Sampai menjelang detik-detik pemilihan umum, situasi relatif tenang. Suhu politik pun sejuk-sejuk saja tidak ekstrem sebagaimana dikhawatirkan banyak pihak. Bahwa ada riak-riak hangat, sejauh ini masih dalam konteks kewajaran di tengah pesta akbar demokrasi.

Ada beberapa peristiwa cukup menarik yang kali ini turut menambah semarak hura-hura politik, yang membedakannya dari pemilu di masa lalu. Pertama, berita menyangkut putra presiden yang disiarkan media online yang kemudian berdampak hukum. Kedua, hujatan dan dukungan terhadap tokoh tertentu melalui internet. Ketiga, tokoh yang diam-diam menggunakan internet untuk tetap berkampanye di masa tenang.

Tiga cuplikan peristiwa itu sengaja diambil sebagai contoh untuk menunjukkan bahwa media alam maya telah betul-betul menjadi bagian dari kehidupan –sosial, politik, ekonomi, budaya– di Tanah Air. Ia juga sekaligus memperlihatkan bahwa ruang maya publik (internet) itu besar dan ampuh pengaruhnya.

Kemajuan teknologi informatika yang membawa lompatan jauh –dan kepraktisan– dalam pola komunikasi di dunia maya, telah mengambil alih fungsi yang selama ini diemban ruang publik konvensional, entah itu mall, pasar, gedung parlemen, atau taman kota.

Perbincangan, diskusi atau sekadar bergosip, keintiman atau bahkan kemarahan, sebagian kini telah berpindah saluran ke alam maya. Wacana kehidupan sosial, ekonomi, pendidikan, kebudayaan, dan politik, tak lagi hanya di gedung parlemen dan kampus, malainkan juga di dinding percakapan ruang maya.

Internet telah jadi ruang yang betul-betul terbuka dan bebas — dimasuki atau ditinggalkan– siapa pun. Bebas bicara dan tidak bicara apa pun. Bebas digunakan –dan tidak digunakan– untuk keperluan apa pun, termasuk kepentingan politik.

Ibarat agora (pasar) dalam sistem demokrasi di Athena, internet tidak saja merupakan tempat berjualan, melainkan berfungsi ganda sebagai wahana masyarakat untuk bertemu, berdebat, mencari berbagai, membuat konsensus atau menemukan titik-titik lemah gagasan politik dengan cara memperdebatkannya.

Dalam wacana politik, kondisi itu memberikan optimisme bahwa peran besar teknologi dunia maya tersebut merupakan alternatif kekuatan baru yang dapat menciptakan iklim demokrasi yang lebih baik. Jelas, ia pun merupakan saluran komunikasi yang potensial dalam menyalurkan berbagai opini dan gagasan politik yang seringkali tersumbat atau terkendala kesungkanan.

Penyaluran informasi yang baik dan jernih adalah satu di antara syarat utama demokrasi yang sehat, karena informasi yang terang dan baik, pasti berasal dan dialirkan lewat kejernihan pikiran dan ketulusan hati. Tanpa pikiran jernih dan ketulusan, demokrasi hanya akan bermakna sebagai kebebasan mutlak yang mendorong anarkisme.

Lebih sepuluh tahun lalu, Wakil Presiden Amerikan Serikat, Al Gore meyakinkan warganya bahwa teknologi informatika membuat warga negara bisa terlibat langsung dalam berbagai keputusan politik. Tahun lalu, Barack Husein Obama membuktikan keampuhan internet dalam perjalanannya menuju Gedung Putih.

Tiga contoh yang dicuplik di atas, yakni penyebaran berita mengenai dugaan kecurangan politik yang dilakukan anak presiden, dan kemurkaan ketua partai besar atas munculnya kelompok jejaring “Say No to …” dan “Say Yes to …” di dinding facebook hanyalah  petunjuk kecil tentang seberapa jauh bangsa kita memanfaatkan keterbukaan informasi itu secara bijak dan cerdas dalam proses demokratisasi.

Makna yang bisa ditangkap adalah: pemanfaatan ruang maya publik untuk komunikasi politik seyogyanyalah disertai persyaratan, di antaranya membangun sikap politik yang matang dan budaya politik yang dewasa.

Komunikasi politik tidak dapat dipisahkan dari berbagai aspek budaya politik seperti sikap mental, etika politik, dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat.

Apa yang terjadi dengan penggunaan kecanggihan teknologi dengan proses politik di tanah air, masih seperti atau sebatas itulah budaya dan sikap mental politik kita.

Mudah-mudahan pemilu kali ini menjadi awal kehidupan demokrasi yang lebih baik lagi.

Contreng!***