Posts Tagged ‘susno duadji

04
Nov
09

Antiklimaks Buaya Vs Cicak

cicak-vs-buaya

AKHIRNYA dua unsur pimpinan (nonaktif) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah,  dikeluarkan dari tahanan, Selasa (3/11) malam. Itu adalah antiklimaks tragedi hukum cicak melawan buaya yang selama dua bulan terakhir digelar di hadapan publik.

Klimaksnya  terjadi siang harinya di Gedung Mahkamah Konstitusi yang hari itu membuka dan memperdengarkan rekaman telepon hasil sadapan KPK atas telepon Anggodo Widjojo, adik kandung Anggoro Widjojo tersangka yang buron dalam kasus korupsi pengadaan alat komunikasi Departemen Kehutanan.

Banyak orang terpana di depan televisi yang menyiarkan langsung sidang MK hari itu. Rekaman itu terdengar vulgar dan menggambarkan bagaimana sebuah kasus dirancang hingga tawar menawar imbalan kepada pihak-pihak yang terkait dalam sebuah rekayasa hukum atas para petinggi KPK.

Isi rekaman itu meneguhkan dugaan tentang adanya persekutuan jahat untuk membungkam petinggi KPK, sekaligus memaparkan kepada kita bagaimana petinggi di lembaga penegakan hukum –dalam hal ini kepolisian dan kejaksaan– bermain mata dengan pihak yang berkepentingan dengan suatu perkara hukum.

Hal itu sekaligus mengonfirmasi dugaan, kecurigaan, juga keyakinan bahwa selama ini aparat penegak hukum tidak pernah benar-benar menegakkan hukum, melainkan bersekutu dengan pihak yang beperkara untuk menyiasati hukum demi keuntungan pribadi.

Rekaman percakapan itu menambah keyakinan kepada kita semua bahwa praktik mafia peradilan yang selama ini jadi isu dan selalu dibantah penegak hukum, ternyata benar-benar hadir dan nyata adanya.

Tergambar di sana, bagaimana orang seperti Anggodo bisa memainkan peran demikian besar dengan melibatkan para petinggi di kepolisian dan kejaksaan, juga pengacara. Terlukis dengan jelas bagamana dana dikeluarkan dan dialirkan, demi menyelamatkan orang yang seharusnya dipidana dan mencelakakan orang yang justru sedang menegakkan hukum.

Kita terperangah ketika tahun lalu seorang perempuan bisa dengan mudah bermain mata dan bertransaksi perkara dengan orang-orang di Kejaksaan Agung. Kasus jaksa Urip Tri Gunawan mestinya bisa jadi tonggak untuk membersihkan institusi penegakan hukum dari buaya- buaya korup, namun ternyata keadaan justru lebih parah.

Sangat boleh jadi, itulah tamparan paling keras terhadap rezim yang sedang berkuasa. Bahwa selama ini mereka tidak berhasil mengelola institusi penegakan hukum. Bahwa hukum hanya berpihak kepada mereka yang beruang. Reformasi hukum hanya sebatas retorika, tidak pada realita. Dan, hanya menghasilkan oknum-oknum korup yang tak punya rasa malu.

Jika di level atas, para petinggi KPK saja bisa ditelikung oleh rekayasa bertabur uang sehingga kebenaran dijungkirbalikkan, maka bisa dibayangkan apa yang akan terjadi manakala rakyat biasa yang –sengaja atau tidak– harus berurusan dengan hukum?

Dalam masyarakat normal, aparat hukum merupakan sosok yang disegani dan ditakuti karena bisa mengancam orang lain yang mau bertindak di luar hukum. Di Tanah Air kita sebaliknya.

Di sini penyidikan, penuntutan, advokassi, dan keputusan pengadilan dalam setiap kasus, justru sering dijadikan celah terjadinya tindak kriminal di atas perkara kriminal, sepeti korupsi dan kolusi sebagaimana tampak pada kasus Bibit-Chandra maupun kasus Urip Tri Gunawan.

Seharusnya para penegak hukum itu menyadari posisi mereka hari- hari ini di tengah masyarakat yang makin kritis. Dia tak lagi bisa ditipu dan dikibuli oleh aneka rekayasa. Saat mereka tak menemukan kebenaran dari institusi hukum, mereka akan mencari dengan caranya sendiri entah di ruang publik nyata maupun di ruang maya, dan efeknya bisa luar biasa massif dibanding yang bisa diperkirakan.

Kasus Bibit-Chandra versus persekongkolan polisi-jaksa-Anggodo seharusnya menjadi tonggak reformasi hukum yang sebenar-benarnya. Apa yang terungkap dari kasus itu hanya permukaan kecil dari gunung es pemutarbalikan hukum di Tanah Air.

Karena itu, perlu langkah besar kekuasaan untuk membongkar dan membenahinya. Pada titik itulah, presiden –dengan kewenangan dan kekuasaan yang dimilikinya secara konstitusional– bisa melakukan hal itu. Kita tunggu saja! ***

03
Jul
08

Hutan Jabar, Astaga!!

SETAHUN terakhir ini saya bolak-balik ke Kalimantan. Hari ke hari, selalu dilanda keprihatinan melihat hutan Tanah Borneo yang rasanya makin hancur saja. Di kawasan Meratus Kalimantan Selatan, di Kalimantan Tengah, di Kalimantan Barat.

 

Belum lagi di tanah Sumatera sebagaimana yang diberitakan berbagai media. Pembalakan liar sudah sedemikian parah. Menggerogoti jutaan hektar rimba yang seharusnya dirawat. Bahkan hutan lindung pun tak kalis jadi serbuan para pembalak liar. Kerusakan hutan di pulau-pulau itu terkesan begitu mengkhawatirkan dan mengancam kelangsungan masa depan.

 

Ternyata, bukan hanya di Kalimantan dan Sumatera. Saya terenyak mendengar fakta-fakta yang disampaikan para pembicara dalam Curah Pendapat (mengenai) Pembalakan Liar Hutan di Grha Kompas-Gramedia Bandung, Rabu (25/6/2008).

 

Kerusakan hutan di Jawa Barat — dilihat dari perbandingan luas lahan, hutan, kawasan terbangun dan populasi penduduk– jauh lebih parah dan lebih mengerikan. Menurut data Perhutani, dari 597.647 hektar hutan produksi dan hutan lindung yang mereka kelola, setidaknya 7.000 hektar dirambah dan dijarah.

 

Pada pertemuan itu terungkap pula (setidaknya, saya baru tahu) bahwa luas hutan di jawa barat tak kurang dari dua persen dari jumlah total luas hutan di tanah air. Cadangan air tanah di wilayah jawa barat juga cuma dua  persen dibanding cadangan ketersediaan secara nasional.

 

Tapi Jawa Barat menampung kurang lebih 20 persen dari populasi penduduk nasional. Kebutuhan kayu di Jawa Barat rata-rata lima juta meter kubik per tahun. Kemampuan sediaan hanya 250 ribu meter kubik saja. Jadi sisanya diperoleh dari pembalakan liar, entah dari hutan-hutan di Jawa Barat yang sudah makin tipis, entah dari daerah lain.

 

Dalam pertemuan curah pendapat itu, hadir tokoh-tokoh pemerhati lingkungan. Ada Acil Bimbo yang beberapa tahun terakhir ini aktif “keluar masuk hutan” dan mengkampanyekan pelestarian lingkungan. Ada Kepala Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda Sobirin Supardiyono.

 

Dari kalangan akademisi dan  perwakilan lembaga swadaya masyarakat pun turut hadir serta memberikan urun rembuk. Ada juga dari pihak Perhutani, dan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Barat  Inspektur Jenderal Susno Duadji.

 

Beberapa hari sebelumnya, jajaran Polda Jabar menggelar operasi besar-besaran untuk menertibkan pembalakan liar di sekitar hutan di Ciamis Selatan. Dari operasi itu polisi  menyita 100 truk kayu gelondongan, alat potong kayu, dan bendera sebuah lembaga swadaya masyarakat.

 

Betul kata Sobirin, pemberantasan pembalakan liar perlu pendekatan holistik yang melibatkan para pemangku kepentingan. Hal itu dapat ditempuh dengan melakukan penegakan hukum yang tak pandang bulu serta penyuluhan dan advokasi kepada masyarakat terkait.

 

Apa pun  langkahnya, tampaknya harus segera dilakukan, sebab hari-hari ini kerusakan hutan di Jawa Barat sudah sedemikian parah. Perlu berapa ratus tahun lagi untuk mengembalikannya pada kondisi semula. Setidaknya, mengembalikan hutan ke kondisi ideal. (*)

19
Feb
08

Jika Susno ke Tribun

susno2.jpgWaaah… cepat sekali! Ini ciri-ciri koran yang dikelola orang-orang muda. Cepat, dinamis dan inovatif…!” kata Kapolda Jabar ketika menerima suvenir koran edisi khusu yang memberitakan kehadirannya. Realtime.

KORUPSI. Itulah sepertinya yang akan menjadi fokus kerja Kapolda Jabar, Irjen Pol Susno Duadji. Saat berkunjung ke kantor redaksi Tribun Jabar, Senin (18/2/2008) siang, jenderal polisi bintang dua ini berbicara cukup banyak mengenai pemberantasan korupsi.

Dalam kunjungannya, Kapolda didampingi Kabid Humas Kombes Pol Dade Achmad, Kabid Binkum Kombes Pol Rustam Effendi, Dir Lantas Kombes Pol Binsar Sitompul, dan Dir Intel Kombes Pol Slamet. Mereka diterima oleh Pimpinan Perusahaan Tribun H Pitoyo, Pemimpin Redaksi Yusran Pare, Redaktur Pelaksana Hasanah Samhudi, Manajer Produksi Cecep Burdansyah, dan Manajer Iklan Triyoba Nataria.

Dalam perbincangan hangat selama kurang lebih 30 menit, Kapolda sempat mengucapkan selamat ulang tahun kepada Tribun Jabar yang pada hari kemarin tepat berulang tahun ke-8. “Selamat hari jadi ke-8. Mudah-mudahan bisa menjadi media yang memberikan pendidikan, dan informasi terbaru,” katanya.

Ia mengaku Tribun Jabar menjadi ‘santapannya’ setiap hari. Terlebih, menurut Kapolda, Tribun menyajikan informasi yang bagus dan punya ciri khas dalam penyajian beritanya.

Terkait pemberantasan korupsi, mantan Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berencana untuk membuat website tersendiri mengenai aduan korupsi di Jawa Barat. Nantinya, website itu akan menerima laporan mengenai kasus korupsi. “Kita akan perangi korupsi,” tegas Kapolda.

Menurut Kapolda, momen pilkada seperti sekarang ini sebenarnya menjadi momen untuk memberantas korupsi. Rakyat bisa memilih calon pejabat yang punya komitmen untuk memerangi korupsi.

“Saya akan coba untuk memerangi korupsi. Kalau sampai habis benar sepertinya susah. Tapi saya akan berusaha untuk menguranginya,” tegasnya.

Karena itulah, sebelum melangkah ke instansi di luar, Susno Duadji akan membersihkan lingkungannya terlebih dahulu. “Saya coba benahi dulu di dalam. Setelah itu keluar. Kita kan malu kalau misal mengusut kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh bupati atau walikota tapi masih ada hal seperti itu di dalam,” tutur Kapolda.

Dan tanggungjawab memberantas korupsi juga menurutnya bukan hanya kewajiban polisi. Media massa lewat pemberitaannya bisa ikut memerangi korupsi. “Polisi 1.000 mungkin tidak bisa membenahi kondisi seperti ini, tapi wartawan 10 orang kalau punya komitmen bisa melakukan itu,” ujarnya memberi semangat.

Di akhir pertemuan, Kapolda memberikan cenderamata kepada Tribun Jabar. Sementara Tribun Jabar memberikan koran mini dalam pigura yang memuat fotonya saat beramah-tamah dengan redaksi Tribun. “Wah, cepet bener. Ini nih kemajuan teknologi,” katanya spontan.

Sekitar pukul 14.30, bus yang ditumpangi Kapolda beserta rombongan meninggalkan kantor Tribun Jabar. Selamat bertugas Jenderal. Semoga sukses memerangi korupsi.(tis)