Posts Tagged ‘susno duaji

09
Nov
09

Demokrasi Ruang Maya

parlemen-online

KISRUH antara aparat penegak hukum (kepolisian, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi) telah memancing gelombang reaksi yang besar dari masyarakat. Perlawanan publik yang dipicu oleh terkoyaknya rasa keadilan, menjalar dengan cepat melalui berbagai bentuk dan cara.

Ketika partai politik dianggap mandul dan parlemen dirasakan tidak lagi peka menyerap dan memperjuangkan aspirasi, rakyat menyuarakan getaran hatinya melalui media massa. Dan, ketika beragam media massa hanya menyajikan informasi yang seragam, rakyat pun berpaling ke media alternatif: Parlemen jalanan!

Kini, saluran baru untuk menyampaikan aspirasi itu bertambah lagi ketika ruang maya publik (public cyberspace) memberi peluang lebih besar untuk membangun jejaring dalam tempo singkat. Tak sampai dua pekan, lebih sejuta pengguna ‘bukumuka’ (facebook) telah terhubung dan bersekutu dalam sebuah aksi perlawanan. Belum lagi mereka yang menggunakan twitter, blog, dan milis, untuk tujuan sama.

Demokrasi ala ruang maya ini dengan sendirinya telah melengkapi dan memperkuat kecenderungan parlemen jalanan yang sebelumnya sudah jadi wahana penyalur aspirasi ketika saluran-saluran formal dianggap mampat. Ia terbebas dari berbagai tekanan pemerintah, ekonomi, dan partisan politik tertentu lantaran tidak ada yang dapat mengendalikannya.

Ruang maya publik ini telah menunjukkan perannya dalam mengambil alih fungsi-fungsi yang selama ini ini diemban oleh ruang nyata publik seperti gedung parlemen, pasar, toko buku, mal, pusat informasi, galeri, museum serta taman bermain. Dalam kasus Bibit- Chandra dan kisruh seputar penanganannya ini kita melihat bahwa ‘parlemen online’ tidak bisa lagi diabaikan.

Kemampuan dan kecepatannya membangun jejaring, telah memungkinkan aksi-aksi perwalanan dan dukungan terhadap suatu persoalan masyarakat secara lebih besar dan serentak, karena “ruang sidang maya” ini menerobos batas-batas administratif geografis. Ia bisa membuat sebuah gerakan menjadi jauh lebih besar dan meluas dalam tempo yang serentak.

Ya, ruang maya publik telah memungkinklan bertemunya berbagai pihak untuk saling berkomunikasi, menjadi pilihan wacana yang ideal tatkala ketersediaan ruang nyata publik kian menghilang oleh berbagai sebab. Persoalannya kemudian adalah sejauhmana dan bagaimana sebaiknya kita melihat, dan sekaligus terlibat sebagai bagian dari masyarakat ruang maya?

Dalam wacana politik, hal ini mungkin memunculkan optimisme akan peran besarnya sebagai alternatif kekuatan baru yang dapat menciptakan iklim demokrasi yang lebih baik. Optimisme itu tidak berlebihan karena dari sudut pandang komunikasi politik, internet merupakan saluran komunikasi yang potensial dalam menyalurkan berbagai opini dan gagasan politik yang selama ini tersumbat.

Jika digunakan secara dewasa dan proporsional ia bisa menjadi obat yang mujarab bagi penyembuhan kembali sistem demokrasi yang sedang sakit dalam masyarakat kita. Tentu saja dengan sejumlah persyaratan, di antaranya membangun sikap politik
yang matang dan budaya politik yang dewasa.

Komunikasi politik itu tidak dapat dipisahkan dari berbagai aspek budaya politik seperti sikap mental, etika politik, dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat. Namun berbagai peristiwa yang kita lihat akhir-akhir ini, seringkali menunjukkan bahwa budaya politik para elite masyarakat kita masih jauh dari kata matang dan dewasa.

Dalam kondisi seperti ini bila ruang maya digunakan oleh kelompok masyarakat yang masih sering menafsirkan kata demokrasi sebagai kebebasan mutlak (anarchic democracy) dan boleh melakukan apapun, maka kekuatan alternatif itu bisa berubah wujud menjadi sosok yang mengerikan.

Mengapa? karena wacana alternatif itu akan berubah fungsi menjadi neraka elektronik, tempat orang saling memaki, mengutuk, mengumpat, menghujat, menuduh, dan memfitnah, seperti halnya neraka politik yang telah melanda dunia politik kita sejak tiga dekade silam.

Dalam konteks inilah sebaiknya kita melihat bagaimana seharusnya memanfaatkan ruang maya publik itu dengan lebih bijak, agar betul-betul menjadi saluran alternatif masyarakat dalam proses pencariaannya akan makna kehidupan demokrasi yang lebih baik. (*)