Posts Tagged ‘yoyo

01
Feb
09

Politik Gasing dan Yoyo

yoyo-gasing_adaptasi_foto_donny_sophandi

SAMBIL meladeni sindiran politik Megawati yang mengibaratkannya bermain yoyo, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyenggol Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan tentu juga Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Jika kepada Megawati pihak Yudhoyono mengumpamakannya bermain gasing yang bikin rakyat pusing, maka kepada TNI dia melontarkan rumor tentang adanya sejumlah perwira yang menggalang kekuatan anti-Yudhoyono.

Megawati –presiden sebelum Yudhoyono– adalah calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pada Pemilu 2009. Sedangkan TNI dan Polri –yang oleh undang-undang harus berada pada posisi netral– sejauh ini adalah lembaga yang paling siap melahirkan kader-kader politik, termasuk untuk menduduki kepemimpinan dari pusat hingga daerah.

Yudhoyono sendiri adalah satu di antara kader yang dihasilkan lembaga itu. Demikian pula sejumlah tokoh yang hari-hari ini digadang-gadang sebagai calon presiden, di samping calon-calon dari kalangan sipil.

Ketika meladeni sindiran Megawati, yang disebut-sebut akan menjadi rival paling potensial pada pemilihan presiden Juli nanti, banyak pihak menilai Yudhoyono sebagai emosional sehingga mudah terpancing.

Sedangkan tudingannya kepada para petinggi TNI dan Polri, dinilai pengamat sebagai tindakan yang sembrono, panik, dan menunjukkan ketidakpercayaan namun sekaligus ingin mengesankan sebagai pihak yang dizalimi dan dikhianati.

Di satu sisi, pernyatanya mengenai TNI –jika tudingannya itu betul-betul didasari kenyataan– bisa ditafsirkan bahwa pemerintahan Yudhoyono gagal mengangkat harkat TNI sebagai kekuatan pertahanan yang profesional. Akibatnya, muncul ketidakpuasan yang kemudian diwujudkan dalam bentuk pembelotan sikap politik di balik seragam kenetralan.

Pada sisi lain, pernyataan Yudhoyono tersebut bisa juga dilihat sebagai manuver politiknya untuk mencari perlindungan pada TNI atau Polri, mengingat muncul beberapa nama perwira bertaburan bintang yang akan mencalonkan diri sebagai calon presiden.

Sebagai orang militer, Yudhoyono pasti sadar betul ‘kemampuan tempur’ tiap individu dan keterampilan mengoperasikan dan mengelola jaringan demi kemenangan, sebagaimana yang dilakukannya sendiri ketika maju ke ‘medan laga’ Pemilihan Presiden 2004.

Terlepas dari semua perdebatan itu, ketika pemilu makin dekat, seharusnya para elite politik mengurangi atau bahkan menghentikan tingkah laku mereka yang bisa membuat masyarakat mengalami kelelahan politik.

Jika rakyat sudah lelah, mereka akan ‘istirahat’ yang berarti demokrasi tak akan berjalan sempurna. Bagaimana rakyat tidak letih jika hampir saban hari mendengar dan menyaksikan elite saling terkam, saling tendang dan baku sodok lewat pernyataan-pernyataan.

Polemik berkembang dan meletup-letup namun tak pernah mencapai titik akhir berupa kesimpulan rasional yang bisa melegakan semua pihak, karena belum selesai satu perkara diperdebatkan dan diributkan, muncul lagi problem baru yang tak kalah seru.

Ujung-ujungnya, rakyat makin bingung. Padahal yang terpenting dari pertarungan politik di tahun 2009 adalah semua pihak mampu mengedepankan kepentingan bangsa dan negara ini daripada kepentingan kelompok, apalagi kepentingan pribadi.

Para elite itu seharusnya makin sadar bahwa kini rakyat sudah letih dan jenuh dijadikan alas kaki mereka. Mestinya mereka lebih berhati-hati, karena rakyat pun bisa bergerak. Kita tentu sangat tidak berharap bahwa besok lusa terjadi ‘arus balik’ yang melawan para elite.

Perlawanan itu bisa dalam berbagai bentuk, mulai dari menarik kepercayaan dan mandat yang selama ini telah diberikan kepada para wakil mereka. Atau melawan secara diam: Tak peduli lagi urusan politik, tak lagi mau berpartisipasi secara politik. Itu yang berbahaya bagi kelangsungan demokrasi.**