27
Feb
09

Setelah 9 Tahun

komando

RASANYA baru beberapa hari lalu. Saya gopoh-gapah meninggalkan keluarga yang baru enam bulan diboyong dari Bandung ke Banjarmasin. Waktu itu akhir 1999, saya “dipulangkan” ke Bandung untuk kembali belajar bersama teman-teman yang sedang mempersiapkan koran baru.

Tanggal 23 Februari 2000, Metro Bandung terbit! Tanggal 18 Februari 2005, berubah nama jadi Tribun Jabar. Tanggal 23 Februari 2009, teman-teman melepas saya yang terhitung sejak 1 Januari 2009 dipindahkan lagi ke Banjarmasin.

Teman-teman menghadiahi saya sebuah kenang-kenangan yang amat tak ternilai harganya, antara lain Tribun “edisi khusus” –sejenis cenderamata yang biasa kami berikan kepada tamu-tamu khusus yang menyinggahi kantor kami. Mereka menulis begini:

Mengembara untuk Kembali

Simpay Asih YUSRAN PARE

Kang, selamat jalan,

dengansabar dan setia

kami menunggumu

kembali

SEMBILAN tahun bukan waktu yang singkat. Cukup lama, kami awak redaksi Tribun Jabar menerima gemblengan dari Yusran Pare, yang kami panggil secara akrab Kang Yusran. Dalam rentang waktu itulah kami tumbuh dan berkembang bersama Kang Yusran.

Ketika tiba saatnya Kang Yusran harus pergi meninggalkan Tribun Jabar, kami tak percaya. Namun kemudian kami sadar, seorang resi pergi mengembara untuk kembali. Nah, kami yakin, suatu saat Kang Yusran akan berkumpul bersama kami di Tribun Jabar.

Kang Yusran kami kenal sebagai sosok yang tenang, murah senyum, sehari-hari tak pernah sepi dari canda, sehingga pekerjaan yang sarat tekanan pun terasa ringan. Meskipun busananya selalu hitam, kami tahu persis hatinya amat bersih. Saking bersihnya, ketika kami ditegur pun tak terasa seperti dimarahi, karena ia lebih mengayomi dan membimbing.

Bahkan di antara kami sering kali ngomel terhadap Kang Yusran, terlalu banyak yang kami tuntut, seakan-akan menempatkan Kang Yusran sebagai malaikat yang serba bisa mengatasi semua persoalan. Kami menyadari, kami sering kali keliru dalam melihat persoalan dan terlalu banyak menuntut dari Kang Yusran.

Namun pergulatan kami dengan Kang Yusran, dengan segala kelebihan dan kekurangan, merupakan proses yang membuat kami perlahan-lahan jadi dewasa. Kang Yusran telah memberi kami sebuah lautan yang harus kami selami, yakni lautan jurnalistik.

Betapa dalamnya dan terjalnya karang-karang yang ada di dasar lautan jurnalistik. Kami pantang mundur dari lautan itu, kami akan terus menyelam, mengikuti jejakmu, yang kini berlabuh di sebuah tempat: di Banjarmasin

Kami sadar, suatu saat nanti pada akhirnya kami akan menepi dan berlabuh di sebuah tempat, tempat yang kami tidak terduga sebelumnya. (*)

Kenangan di Warung Sate

SELAIN selalu berpakaian serba hitam, salah satu ciri khas Pemimpin Redaksi Tribun Jabar ini tak pernah lupa dari korek api merek Zippo. Kang Yusran memang perokok berat. Ke mana pun ia pergi, Zippo selalu ada di ikat pinggangnya.

Keberangkatannya ke Banjarmasin menunaikan tugas baru, pasti Zippo itu akan menemaninya. Tapi, bagi yang mengenal Kang Yusran, pasti akan tahu apa makanan kegemarannya.

Kang Yusran menyukai sate dan gulai kambing. Akankah Kang Yusran menemukan sate dan gulai yang lezat di Banjarmasin? Tentu saja. Tapi sate dan gulai kambing Haris di perempatan lima tak akan ada di Banjarmasin. Warung sate inilah pavorit Kang Yusran. Di situlah langganan Kang Yusran mengajak anak buahnya atau sahabatnya, bahkan relasinya, menyantap sate dan gulai Haris.

Biasanya sambil menunggu koran terbit, malam-malam dini hari, Kang Yusran megajak salah satu anak buahnya, untuk menyantap sate dan gulai Haris di perempatan lima, sambil berbincang berbagai soal, mulai dari soal pekerjaan sampai gosip para pejabat yang kami pergoki di warung sate itu. Maklum, warung sate itu jadi tempat pavorit para politisi maupun pejabat.

Dengan tugas baru di Banjarmasin, nangkring di warung sate Haris tentu akan jadi kenangan indah. Namun tentu bukan berarti tak akan menginjak lagi warung sate itu. Walaupun Kang Yusran mungkin sudah menemukan lagi sate kambing yang lebih lezat di Banjarmasin, kami masih tetap berharap ditraktir Kang Yusran di warung sate Haris.*

Tentu saja saya sangat terharu atas apresiasi teman-teman. Saya tahu, tak semua mereka kemukakan. Ada hal-hal buruk dan hal-hal yang tidak patut pada diri saya, yang tidak mereka kemukakan. Betapa pun, teman-teman di Tribun Jabar adalah guru terbaik bagi saya dalam menempuh pendidikan nyata tentang jurnalisme dan kepemimpinan.

Terima kasih teman-teman. Terima kasih. Hatur nuhun. Pileuleuyan… kuring seja ngumbara. Pileuleuyan. Paturay tapi hate mah mo bisa pegat. (Komo ayeuna jaman hape, jaman internet, jaman pesbuk…..)


1 Tanggapan to “Setelah 9 Tahun”


  1. April 17, 2009 pukul 7:43 pm

    Kaka selalu di hati anak-anak Tribun Jabar. Persis di hati anak-anak Timor berkarang yang pernah kaka didik dan bina. Salut. Selamat berbakti di bumi Banjar.


Tinggalkan Balasan ke Dion Batalkan balasan