12
Mei
08

Pernikahan Ageung, eh Agung!

KAMI hadir di Keraton Yogyakarta bukan semata memenuhi undangan Ngarsa Dalem, Sri Sultan Hamengku Buwono X ,  tapi lebih karena ingin tahu peristiwa yang belum tentu bisa disaksikan sembarang waktu. Hari itu Sultan Yogya menikahkan putri ketiganya, GRAj Nurkamnari Dewi yang kini bergelar GKR Maduretno.

Sang putri disunting Yun Prasetyo yang digelari Dalem Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Purbodiningrat. Ijab kabul berlangsung Jumat 9/5/08 pagi pukul 06.35 di Masjid Panepen Kraton Ngayogyakarta. Resepsi dilaksanakan malam  harinya di Bangsal Kencana di dalam lingkungan keraton.

Pesta pernikahan itu diliput dan disiarkan secara luas oleh berbagai media. Cetak maupun elektronik. Jadi, tak perlulah diceritakan lagi di sini. Sekadar melengkapi, berikut adalah cuplikan berita yang dikutip dari Kedaulatan Rakyat, surat kabar pertama dan terbesar di Yogyakarta. Begini:

JUMAT kemarin adalah puncak dari apa yang selama ini diharapkan pasangan Yun Prasetyo dan GRAj Nurkamnari Dewi, yang telah menjalin hubungan cukup lama. Rangkaian upacara adat pernikahan di Kraton, penuh simbol bermakna.

Namun tidak seperti biasa, rangkaian upacara adat kali ini lebih banyak dilakukan secara tertutup untuk pers. Hanya upacara adat panggih yang dilaksanakan secara terbuka.

Di dalam adat panggih inilah ‘digelar’ pelbagai upacara dengan simbol-simbol tertentu. Balang-balangan gantal, mijiki serta mecah tigan oleh GKR Pembayun serta pondhongan (menggendong, ngabopong – Sunda).

Pondhongan adalah upacara yang sangat spesifik dalam perkawinan di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Upacara ini menjadi simbol, bahwa pengantin putri adalah putri Sri Sultan Hamengku Buwono, memiliki derajat lebih tinggi daripada pengantin laki-laki. Zaman dulu kala, pondhongan dilakukan dari kuncung Kagungan Dalem Bangsal Kencana hingga Emper Kagungan Dalem Bangsal Prabayeksa.

Perjalanan waktu, pelaksanaan pondhongan tidaklah harus menempuh sepanjang itu. Pengantin laki-laki dan paman pengantin putri, biasanya memondhong pengantin putri dari kuncung Kagungan Dalem Bangsal Kencana hingga Emper Bangsal Kencana sebelah Utara.

Tetapi dalam pelaksanaan pernikahan GRAj Nurkamnari Dewi dengan Yun Prasetyo SE MBA betul-betul hanya disimbolkan saja.

Karena kondisi badannya, GKR Maduningrat tidak dipangku, melainkan hanya sepintas duduk di atas tangan suami yang bertautan dengan tangan pamannya GBPH Cakraningrat, yang seolah mau memondhong-nya. (www.kr.co.id)

Wakakakakak….. koran yang terkenal santun dan sangat patuh pada tata-titi adat Yogya ini rupanya tak mampu menahan untuk tidak menulis sosok sang pengantin putri. Padahal, tanpa dijelaskan dengan “kondisi badan” pun, publik tahulah, betapa ageung Sang Putri. Justru dengan penyebutan –meski bermaksud jujur—rasa-rasanya agak kurang patutlah. Apalagi yang dilaporkan itu adalah pesta perkawinan, kebahagian, sukacita. Ada-ada saja. (*)


0 Tanggapan to “Pernikahan Ageung, eh Agung!”



  1. Tinggalkan sebuah Komentar

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s


%d blogger menyukai ini: