Dari kiri, Dedi Muhtadi, Kepala Biro Kompas Jabar (moderator), Tri Goestoro, Yossi Irianto dan Yusran Pare dalam Bincang Kompas di Sasana Budaya Ganesha ITB, Kamis (29/11) membahas kemandirian Persib. (Foto Gani Kurniawan/Tribun Jabar)
***
“BANYAK warga Jawa Barat begitu cinta pada Persib Bandung. Bahkan, ketika diusik sedikit tentang Persib, mereka bisa sangat terusik. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya dukungan bagi Persib.”
Kata-kata itu terdengar indah diungkapkan Pemimpin Redaksi Tribun Jabar Yusran Pare dalam Bincang Kompas dengan tema “Menuju Kemandirian Persib di Tahun 2008” di Sasana Budaya Ganesha, Bandung, Kamis (29/11). Terbayang di mata, puluhan ribu pendukung Persib di Jabar tidak akan pernah mau Persib cacat sedikit pun.
Akan tetapi, Yusran menuturkan, hal itu sangat berlawanan ketika kolom Deudeuh ka Persib dibuka. Program ini digagas Tribun Jabar ketika Persib mulai menemui kesulitan pembiayaan, baik untuk membeli pemain baru maupun biaya operasional.
Harapannya, fanatisme dan kecintaan pada Persib bisa menyelamatkan Persib. Namun, sejak dibuka sekitar empat bulan lalu, dikatakan Yusran, penambahan dana sangat sedikit. Bahkan, pergerakannya makin stagnan. Hingga Kamis kemarin, “susu” untuk Persib baru berjumlah Rp 39.362.500. Ironis.
“Ketika Persib mau dijual, banyak reaksi keras dari pendukung Persib. Hal ini menunjukkan emosi dan roh kekuatan sangat besar dalam diri pendukung Persib. Tapi, ketika Persib memerlukan bantuan finansial, perkembangan yang terjadi tidak seperti yang diharapkan,” ujarnya.
Meski demikian, mencintai Persib memang tidak bisa sebatas diukur dengan sumbangan uang. Ada banyak cara positif yang dilakukan bobotoh untuk menunjukkan kecintaannya. Ribuan pesan singkat yang masuk ke Redaksi Tribun Jabar menjadi bukti rasa fanatik pendukung Persib.
“Persib sudah seperti simbol Jabar. Namun, apabila semangat dan perhatian di atas dikembangkan lebih, tentu perkembangan emosi menjadi lebih positif,” katanya.
Terkait dengan rasa tanggung jawab memiliki Persib, Yossi mengatakan, seharusnya tidak hanya bobotoh yang lebih rajin mengirimkan pesan singkat ketimbang menyumbang uang. Menurut dia, operator seluler harus ikut serta di dalamnya. Yossi menyatakan, tidak terhitung berapa banyak rupiah yang dihasilkan dari gelontoran ribuan pesan singkat per harinya.
“Kami akan menjalin kerja sama dengan operator seluler agar ke depannya mereka tidak bisa mengambil untung dari kecintaan banyak orang tanpa peran signifikan pada Persib,” ujar Yossi.
Sering merugi
Kecintaan ribuan bobotoh pada Persib memang sulit diragukan. Minimal 20.000 orang memadati Stadion Siliwangi bila Persib bermain di Bandung. Tua, muda, perempuan, lelaki, pejabat atau masyarakat, biasa tumplek blek di stadion.
Sayang, fanatisme ini tidak simetris dengan pundi keuangan Persib. Bahkan, Persib sering kali merugi, misalnya akibat kerusuhan yang ditimbulkan penonton. Pada musim 2007 ini, Persib mengalami tiga kali partai usiran. Minimal Rp 500 juta rupiah melayang akibat hukuman ini.
Menurut ketua panitia pertandingan Persib Sukowiyono, masih banyak oknum tertentu, baik petugas dalam maupun masyarakat, yang sengaja melakukan kecurangan. Kebocoran tiket atau kecurangan dalam membeli tiket sering hanya mendatangkan kerugian. Hal ini semakin parah dengan sikap PSSI yang mencaplok banyak keuntungan dari hak siar. Akhirnya, hanya kerugian yang sering diterima. Bahkan, bila terjadi kericuhan, selain pertandingan dilarang ditonton, denda pun harus dibayarkan.
“Saya sangat mengharapkan agar tidak ada lagi ulah yang merugikan Persib. Khususnya lawan Persitara Jakarta Utara, Sabtu pukul 18.30 di Stadion Si Jalak Harupat, jangan sampai terjadi kericuhan. Sebab, Persib sangat membutuhkan dukungan menuju babak final Liga Djarum Indonesia,” kata Suko. (CORNELIUS HELMY/KOMPAS JAWA BARAT 30 NOVEMBER 2007)
“persib maung bandung, persib nu aing!” itulah kata-kata semangat dari bobotoh bandung ketika menonton persib……. semoga persib makin jaya
” BAGIMU PERSIB JIWA RAGA KAMI ”
HiduP Persib !!!!!!1